Langsung ke konten utama

HARTA TERPENDAM "TANAH RENDAH" KOTA KELAHIRANKU

Dua minggu lalu kelas Sastra Indonesia 2016 mata kuliah Tradisi Sastra Nusantara merencanakan berkunjung ke Makam La Mohang Daeng Mangkona. Seperti kesepakatan besama. Sabtu, 8 April 2017 pada pukul 08.30 wita kami berkumpul di kampus Universitas Mulawarman Jalan Pulau Flores. Sembari menunggu dosen pengampu yaitu Dahri Dahlan, M.Hum dan teman-teman yang masih belum datang kami berdiskusi membuat beberapa pertanyaan untuk diajukan nanti. Setelah semua datang, dosen pengampu menginstruksikan kami untuk berkumpul terlebih dahulu membuka pertemuan kemudian dilanjutkan memanjatkan doa sebelum ke tempat tujuan.
Tepat pukul 10.00 wita kami keluar dari gerbang kampus Universitas Mulawarman Jalan Pulau Flores menuju Jalan Pelabuhan lalu menuju Jalan Laksamana Yos Sadarso terlihat salah satu Masjid terbesar kedua di Samarinda yaitu Masjid Raya Darussalam selanjutnya kami melewati Jalan Gajah Mada jalan terus menuju Jalan Slamet Riyadi setelah itu kami menyebrangi sungai melalui Jembatan yang menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Sebrang yaitu Jembatan Mahakam yang dibangun pada tahun 1987.
Setelah melewati Jembatan Mahakam, kami menuju Jalam Bung Tomo, disisi kiri jalan kami menemukan beberapa konstuksi pada beberapa bagan jalan, kami terus jalan mengikuti panduan seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya hingga akhirnya kami sampai pada sebuah perkampungan yang disebut sebagai Kampung Tenun Cagar Budaya yang merupakan salah satu peninggalan dari cikal bakal terbentuknya Samarinda.
Setelah melewati Kampung Tenun yang menjadi salah satu peninggalan bersejarah selanjutnya ada sebuah Masjid Besar Pertama Samarinda yang tertua bernama Majid Shiratal Mustaqim yang terletak di Jalan Mas Penghulu. Tepat 550 meter ke arah kiri dari majid tersebut terdapat Jalan Daeng Mangkona yang merupakan jalan utama menuju Makam La Mohang Daeng Mangkona.
Sampai di tempat yang dituju kami disambut oleh beberapa mahisiswa yang sudah berada di makam tersebut. Waktu yang kami tempuh dari kampus sekitar 25-30 menit dengan jarak tempuh 10,8 km. Tidak ada kendala yang kami temui dalam perjalanan. Kami juga beristirahat sejenak ketika sampai, ada yang bermain dengan kawan lainnya dan ada pula yang mengambil gambar sebagai kenang-kenganan maupun sebagai hasil dari wisata pembelajaran.
Menurut sebagian besar warga setempat, La Mohang Daeng Mangkona memiliki sebuah sejarah dalam cikal bakal berdirinya Samarinda. Dalam kesusastraan, seseorang yang memiliki sebuah sejarah pada zaman dahulu termasuk dalam legenda. Lalu sebenarnya, apa itu legenda?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Adapun pengertian sejarah ialah asal usul (keturunan) silsilah atau pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau.
Legenda sama dengan mitos, juga diyakini sebagai kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi berbeda dengan mitos. Legenda bersifat sekuler keduniawian. Legenda terjadi pada masa yang belum terlalu lama dan bertempat di dunia seperti yang kita tempati sekarang. Karena sifat legenda yang demikian itu, memungkinkan untuk dijadikan sumber sejarah. Dengan jalan membersihkannya dari unsur folklore pralogis – merujuk Lord, 1965 (Materi Perkuliahan Tradisi Sastra Nusantara. Jumat, 10 Maret 2017).
Legenda. Kata Latin yang berarti: yang harus dibacakan. (1) Cerita religius mengenai Yesus, Maria atau seorang kudus yang dari saat ke saat harus dibacakan di gereja atau di kamar makan para rahib dengan maksud agar para pendengar makin yakin akan kesaktian tokoh yang bersangkutan sehingga teladan hidupnya diikuti. (2) Legendaris (tokoh legendaris), ajektif dari kata legenda yang lebih luas lingkupnya. Karena tradisi lisan atau tertulis maka sekitar seorang tokoh historis dapat disusun sejumlah cerita yang mengagungkan kepahlawanannya dan yang sifat historis sukar dicek (misalnya: Hang Tuah, Gadjah Mada, raja Arthur, Faust) (Hartoko dan Rahmanto, 1985: 79).
Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mita, yaitu dianggap benar-benar terjadi tapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mita, legenda ditokohi oleh manusia, adakalanya mmpunyai sifat-sifat luar biasa sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwa ini bersifat sekuler keduniawian dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif “folk history” (Listiyani, 2009: 25).
Fakta-fakta legenda menunjukkan menurut Alan Dundes, kemungkinan besar di setiap daerah jumlah legenda lebih banyak daripada mitos dan dongeng karena mitos mempunyai jumlah tipe dasar yang terbatas (penciptaan dunia, asal mula, dan sebagainya) sedangkan legenda memiliki tipe dasar yang tidak terbatas.
Di sebuah tempat jauh lebih banyak legenda lokal daripada legenda migrasi dan akan selalu ada pertambahan legenda di dunia. Karena setiap zaman akan menciptakan legenda yang sering merupakan varian baru dari legenda lama. Terdapat beberapa penggolongan legenda, yaitu:
1.      Legenda Keagamaan (Religious Legends).
Legenda keagamaan merupakan legenda orang-orang suci (saints) Nasrani. Jika telah diakui oleh Gereja Katolik Roma akan menjadi bagian kesusastraan agama yang disebut hagiography (legends of the saints). Legenda di sini bisa berbentuk tulisan atau karangan, atau buku mengenal penghidupan orang-orang saleh. Walau sudah ditulis ia tetap folklore.
Peluang untuk menulis legenda keagamaan melalui riset masih terbuka lebar. Karena para wali yang belum dituliskan masih bisa ditelusuri dengan bukti seperti; makan, cerita, dan sebagainya. Contohnya; legenda Syeh Siti Jenar yang merupakan salah satu legenda yang masih terus ditulis.
2.      Legenda Alam Gaib (Supranatural Legends).
Legenda Alam Gaib biasanya dianggap betul-betul pernah terjadi dan pernah dialami seseorang. Berfungsi untuk meneguhkan atau mendukung takhayul atau kepercayaan rakyat. Berhubung legenda ini merupakan pengalaman pribadi seseorang. Ahli folklore Swedia CW von Sydow diberi nama khusus: memorat.
Walau pengalaman pribadi tetapi mengandung banyak motif cerita tradisional yang khas pada kolektifnya. Makhlus tak kasat mata yang diakui dilihat seseorang selalu sama dengan penggambaran kolektifnya.
3.      Legenda Perseorang (Personal Legends).
Legenda perseorang merupakan cerita mengenai tokoh tertentu yang dianggap pernah terjadi. Legenda Hang Tuah adalah yang paling populer. Legenda ini berfokus pada seseorang yang biasanya pernah ada dalam sejarah tetapi kisahnya sudah dibumbui dengan hal-hal fantastis.
4.      Legenda Setempat (Local Legends).
Legenda setempat, ceritanya berhubungan dengan suatu tempat, nama dan bentuk topografi, bentuk dataran dan sebagainya. Legenda setempat biasanya berhubungan dengan nama tempatnya. Salah satu contohnya adalah Gunung Tangkuban Perahu, dijelaskan bahwa berasal dari perahu yang ditendang oleh tokoh Sangkuriang. Kemudian ada Tenggarong, yang berasal dari kata tangga dan arung. Dan contoh lainnya asal usul Samarinda dari pendirinya yaitu La Mohang Daeng Mangkona.
(Materi Perkuliahan Tradisi Sastra Nusantara. Jumat, 10 Maret 2017).



Legenda setempat asal Samarinda mencerita sebuah kisah sebagian orang Bugis Wajo dari kerajaan Gowa yang tidak sudi tunduk dan patuh pada isi Perjanjian Bongaja meneruskan perjuangan dan melakukan perlawanan secara bergerilya. Ada pula yang memutuskan meninggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke pulau-pulau lain. Diantaranya adalah rombongan yang dipimpin oleh La Mohang Daeng Mangkona yang memilih meninggalkan tanah leluhurnya dan menuju Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Rombongan La Mohang Daeng Mangkona ini cukup besar, berjumlah sekitar 200 orang dan menggunakan 18 perahu.
Kedatangan rombongan pengungsi ini diterima dengan baik oleh Sultan Kutai, Dipati Modjo Kusumo (1650-1686) yang saat itu bertahta di Pemarangan (sekarang Kampung Jembayan). Atas kesepakatan dan perjanjian oleh Raja Kutai rombongan pengungsi tersebut diberi lokasi tempat tinggal di sekitar Kampung Melanti (Samarinda Seberang), yaitu daerah dataran rendah di tepi Sungai Mahakam yang cocok untuk usaha pertanian, perikanan dan perdagangan.
Di sinilah La Mohang Daeng Mangkona bersama rombongan membuka hutan dan mencetak areal persawahan tadah hujan. Mereka juga membangun rumah-rumah rakit (lanting) yang membujur sepanjang tepian Mahakam. Rumah-rumah ini dikerjakan secara gotong royong. Rumah-rumah yang sama tinggi, areal persawahan yang sama rendah dan dibagi rata menyebabkan perbedaan derajat kearistokratan yang sebenarnya dibawah dari tanah asal mereka menjadi hilang. Mereka menjadi egaliter. Semua sama. Daerah itu pun kemudian dinamai “sama-randah” (randa = rendah; bahasa Banjar). Nama ini punya dua arti: pertama, mengacu pada daerah itu yang memang rendah; kedua, mengacu pada terciptanya ke-egaliter-an kehidupan. Lama-lama daerah itu dinamakan Samarinda.
La Mohang Daeng Mangkona pun diakui Raja Kutai sebagai pimpinan komunitas di sana dengan gelar Poa Adi. Orang-orang Bugis Wajo ini mulai membangun pemukiman di daerah “samarandah” atau Samarinda itu pada Januari 1668, yang kemudian dijadikan patokan untuk menetapkan hari jadi kota Samarinda. Hari jadi kota Samarinda kemudian ditetapkan tanggal 21 Januari 1668 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 5 Sya’ban 1078 Hijriah. Kemudian diperkuat Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Samarinda Nomor: 1/Tahun 1988 tertanggal 21 Januari 1988, pasal 1 yang berbunyi: “Hari Jadi Kota Samarinda ditetapkan pada tanggal 21 Januari 1668 M, bertepatan dengan tanggal 5 Sya’ban 1078 H”. (Djahar, 2007: 16-17).
Cerita yang kami dapatkan dari juru kunci dari generasi ketiga makam La Mohang Daeng Mangkona yaitu bapak Abdillah. Makam tersebut pertama kali ditemukan oleh Ayahnya bernama Muhammad Toha (juru kunci pertama) yang dengan sengaja membakar lahan untuk membuat sebuah wilayah, dahulu Samarinda merupakan bagian dari Jantung Kalimantan karena kaya akan hutan. Ketika membakar hutan tersebut, beliau terkejut karena ada beberapa daerah tidak terbakar dan ketika ditelusuri daerah tersebut merupakan makam La Mohang Daeng Mangkona beserta beberapa kerabat dan rombongan.
Makam tersebut juga sangatlah terabaikan, nisan makam-makam yang ada hampir tenggelam dan bahkan ada yang hancur. Kemudian dirawatlah dan dijaga dengan baik oleh Muhammad Toha. Setelah berpulang ke rahmatullah dilanjutkan oleh anak pertamanya yaitu Suriansyah. Saat itu warga sekitar Makam La Mohang Daeng Mangkona sangat ingin makam tersebut diakui oleh Cagar Budaya. Akan tetapi, informasi yang teridentifikasi masih sangatlah kurang. Seperti pertama, nama asli dari Daeng Mangkona. Kedua, tanggal wafat beliau. Ketiga, peninggalan-peninggalan yang ada.
Beberapa pertanyan yang belum terselesaikan seperti “Siapa nama istri Daeng Mangkona”, “Apakah Daeng Mangkona Penyebar Agama Islam pertama”  dan “Apakah makam beliau asli buatan Kalimantan”.
Dikarenakan di nisan La Mohang Daeng Mangkona terdapat tulisan arab. Banyak persepsi yang beranggapan bahwa La Mohang Daeng Mangkona beragama Islam. Juru kunci saat ini, Abdillah juga menuturkan karena terputusnya sejarah tentang keturunan, sering ada beberapa orang yang mengaku-ngaku jika mereka merupakan keturunan atau kerabat dekat La Mohang Daeng Mangkona.
Di nisan makam juga terdapat kain kuning yang melambangkan sebagai nazar bagi orang-orang suku Bugis, tidak ada ritual khusus dalam penggantian kain tersebut. Banyaknya peziarah yang ingin tahu, tidak menutup kemungkinan jika mereka ingin melakukan sesuatu yang diluar akal sehat. Seperti ketika beberapa peziarah yang berkunjung ke makam dengan membawa sesajen dan melakukan ritual. Membuat sebagian warga sekitar geram. Oleh karena itu, membutuhkan pembenahan dan perhatian yang penuh dari pemerintah agar salah satu cagar budaya daerah yang sudah diberikan fasilitas pendopo dan lainnya tahun 1994 oleh Walikota Samarinda bapak A. Waris Husein untuk lebih dijaga.

Tidak hanya itu, walaupun akses masuk ke makam tidak dipungut biaya apapun atau gratis, setidaknya memberikan sebuah bantuan agar kebersihan menjadi terjaga dan beberapa fasilitas tidak berdebu seperti pendopo untuk beristirahat sejenak menjadi nyaman untuk disinggahi tubuh. Dan juga peninggal seperti sumur tempat yang digunakan untuk berwudhu La Mohang Daeng Mangkona juga perlu dirawat agak tak menjadi bahaya kuman dan juga tidak menimbulkan korban.



Referensi :
Hartoko, Dick dan Bernardus Rahmanto. 1985. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Listiyani Dwi Ari. 2009. Sejarah SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Muzakir, Djahar. 2007. Mari Mengenal – kota Samarinda. Samarinda: CV Spirit Grafindo Samarinda.



Komentar

  1. http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/bersiap-6-zodiak-ini-akan-hadapi-cinta.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/ungkapan-hati-tak-lagi-redup-melalui.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/02/parah-dosen-dan-mahasiswa-selfie-bareng.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus

Posting Komentar